TENTANG NAQSYABANDIYAH

Tariqat Naqshabandiyah atau Naqsyabandiyah atau Naqsabandiyah merupakan salah satu tarekat yang luas penyebarannya, umumnya di wilayah Asia, Bosnia-Herzegovina, dan wilayah Dagestan, Rusia.

Tarekat ini mengutamakan pada pemahaman hakikat dan tasawuf yang mengandung unsur-unsur pemahaman rohani yang spesifik, seperti tentang rasa atau dzauq. Di dalam pemahaman yang mengisbatkan Dzat ketuhanan dan isbat akan sifat ma’nawiyah yang termaktub di dalam roh anak-anak adam maupun pengakuan di dalam fanabillah maupun berkekalan dalam baqabillah yang melibatkan zikir-zikir hati (hudurun kalbu/menhadirkan hati).

Bermula di Bukhara pada akhir abad ke-14, Naqsyabandiyah mulai menyebar ke daerah-daerah tetangga dunia Muslim dalam waktu seratus tahun. Perluasannya mendapat dorongan baru dengan munculnya cabang Mujaddadiyah yang diawali oleh Syekh Ahmad Sirhindi Mujaddidi Alf-i Tsani (Pembaru Milenium kedua). Pada akhir abad ke-18, nama ini hampir sinonim dengan Tariqat tersebut di seluruh Asia Selatan, wilayah Utsmaniyah, dan sebagian besar Asia Tengah. Ciri yang menonjol dari Tarekat Naqsyabandiyah adalah diikutinya syari’at secara ketat, keseriusan dalam beribadah, serta lebih mengutamakan berdzikir dalam hati.[butuh rujukan]

Kata Naqsyabandiyah/Naqsyabandi/Naqshbandi نقشبندی berasal dari Bahasa Arab yaitu Murakab Bina-i dua kalimah Naqsh dan Band yang berarti suatu ukiran yang terpateri, atau mungkin juga dari Bahasa Persia, atau diambil dari nama pendirinya yaitu Baha-ud-Din Naqshband Bukhari. Sebagian orang menerjemahkan kata tersebut sebagai “pembuat gambar”, “pembuat hiasan”. Sebagian lagi menerjemahkannya sebagai “Jalan Rantai”, atau “Rantai Emas”. Perlu dicatat pula bahwa dalam Tarekat Naqsyabandiyah, Silsilah spiritualnya sampai kepada Nabi Muhammad SAW adalah melalui khalifah Hadhrat Sayyidina Abu Bakar Radhiyallahu ‘Anhu, sementara kebanyakan Tarekat-Tarekat lain silsilahnya melalui khalifah Hadhrat Sayyidina Ali bin Abu Thalib Karramallahu Wajhahu.

 

Kekhususan Tarekat Naqsyabandiyah

Hadhrat Imam Rabbani Mujaddid Al-Tsani Syeikh Ahmad Faruqi as-Sirhindi Rahmatullah ‘alaih yang merupakan salah seorang dari Para Masyaikh Akabirin Tarekat Naqsyabandiyah telah berkata di dalam surat-suratnya yang terhimpun di dalam Maktub Imam Rabbani, “Ketahuilah bahwa thoriqoh yang paling Aqrab dan Asbaq, Aufaq dan Autsaq, Aslam dan Ahkam, Asdaq, Aula dan A’la, Ajal dan Arfa’, Akmal dan Ajmal adalah Thoriqoh ‘Aliyah Naqsyabandiyah, semoga Allah Ta’ala menyucikan roh-roh ahlinya dan menyucikan rahasia-rahasia Para Masyaikhnya. Mereka mencapai derajat yang tinggi dengan berpegang dan menuruti Sunnah Baginda Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan menjauhkan dari perkara Bida’ah serta menempuh jalan Para Sahabat Radhiyallahu ‘Anhum. Mereka berjaya mencapai kehadiran limpahan Allah secara terus menerus dan syuhud serta mencapai maqomat kesempurnaan dan mendahului mereka yang lain. ”

Adapun Hadhrat Imam Rabbani Mujaddid Al Tsani Syekh Ahmad Faruqi Rahmatullah ‘alaih telah menerangkan kelebihan dan keunggulan Tarekat Naqsyabandiyah dengan beberapa lafal yang ringkas dan padat sesuai pengalaman ruhaniahnya. Ia merupakan seorang pembaharu agama (mujaddid/reformer) pada abad ke 11 Hijriah. Sebelum dia menerima silsilah Tarekat Naqsyabandiyah, dia telah menempuh beberapa jalan Tarekat seperti Chishtiyah, Qodiriyah, Suhrawardiyah, Kubrawiyah dan beberapa Tarekat yang lain dengan cemerlang serta memperoleh Mursyid dan Sanad Ijazah. Ia telah menerima Tarekat Silsilah ‘Aliyah Khwajahgan Naqsyabandiyah dari gurunya Hadhrat Khwajah Muhammad Baqi Billah Rahmatullah ‘alaih.

Dia telah berpendapat bahwa dari semua jalan Tarekat, yang paling mudah diikuti ialah Tarekat Naqsyabandiyah dan beliau juga telah memilihnya serta telah menunjukkan jalan ini kepada para murid dan penuntut kebenaran. “Allahumma Ajzahu ‘Anna Jaza An Hasanan Kafiyan Muwaffiyan Li Faidhanihil Faidhi Fil Afaq”

Terjemahan: “Wahai Allah, kurniakanlah kepada kami kurnia yang baik, cukup lagi mencukupkan dengan limpahan faidhznya yang tersebar di Alam Maya. ”

Hadhrat Shah Baha’uddin Naqsyabandi Bukhari Rahmatullah ‘alaih telah bersujud selama lima belas hari di hadapan Allah Subhanahu Wa Ta’ala dengan penuh hina dan rendah diri, berdoa memohon kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala agar ditemukan dengan jalan Tarekat yang mudah dan senang bagi seseorang hamba bagi mencapai Dzat Maha Esa. Allah Subhanahu Wa Ta’ala telah mengabulkan doanya dan menganugerahkan tarekat yang khas ini disebut Naqshband atau masyhur disebut Naqsyabandiyah di dunia.

Naqsh berarti lukisan, ukiran, peta atau tanda dan band pula berarti terpahat, terlekat, tertampal atau terpateri. Naqsyaband pada maknanya berarti “Ukiran yang terpahat” dan maksudnya adalah mengukirkan kalimah Allah Subhanahu Wa Ta’ala di hati sanubari sehingga dirinya benar-benar terpahat di dalam pandangan mata hati yakni pandangan Basirah. Adalah dikatakan bahwa Hadhrat Shah Baha’uddin Naqsyabandi tekun mengukirkan Kalimah Allah di dalam hatinya sehingga ukiran kalimah tersebut telah terpahat di hatinya. Amalan zikir ini diamalkan oleh sebagian besar Tarekat Naqsyabandiyah yaitu dengan menggambarkan Kalimah Allah dituliskan pada hati sanubari dengan tinta emas atau perak dan membayangkan hati itu sedang menyebut Allah Allah sehingga lafal Allah itu benar-benar terpahat di lubuk hati yang paling dalam.

Silsilah ‘Aliyah Naqsyabandiyah ini dinisbatkan kepada Hadhrat Sayyidina Abu Bakar As-Siddiq Radhiyallahu ‘Anhu yang mana telah disepakati oleh sekalian ‘Ulama Ahlus Sunnah Wal Jama’ah sebagai sebaik-baik manusia sesudah Para Nabi ‘Alaihimus Solatu Wassalam. Asas Tarekat ini adalah seikhlas hati menuruti Sunnah Nabawiyah dan menjauhkan diri dari segala jenis Bid’ah merupakan syarat yang lazim.

Tarekat ini mengutamakan Jazbah Suluk yang mana dengan berkat Tawajjuh seorang Syeikh yang sempurna akan memberi petunjuk kepada seseorang penuntut/murid beberapa Ahwal dan Kaifiat yang dengannya Dzauq dan Shauq murid itu bertambah, merasakan kelezatan khas berzikir dan ibadah serta memperoleh ketenangan dan ketenteraman hati. Seseorang yang mengalami tarikan jazbah disebut sebagai majzub/kadzab.

Dalam Tarekat Naqsyabandiyah ini, penghasilan Faidhz dan peningkatan derajat adalah berdasarkan persahabatan dengan Syeikh dan Tawajjuh Syeikh. Bersahabat dengan Syeikh hendaklah dilakukan sebagaimana Para Sahabat berdamping dengan Hadhrat Baginda Nabi Muhammad Sallallahu ‘Alaihi Wasallam. Murid hendaklah bersahabat dengan Syeikh dengan penuh hormat. Sekadar mana kuatnya persahabatan dengan Syeikh, maka dengan kadar itulah seseorang itu akan berjalan menaiki tangga peningkatan kesempurnaan Ruhaniah. Kaidah penghasilan Faidhz dalam Tarekat ini adalah sebagaimana Para Sahabat menghadiri majelis Hadhrat Baginda Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.

Dengan hanya duduk bersama-sama menghadiri majelis Hadhrat Baginda Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam yang berkat dengan hati yang benar dan ikhlas serta penuh cinta biarpun hanya sekali, orang yang hadir itu akan mencapai kesempurnaan iman pada maqom yang tertinggi. Begitulah keadaannya apabila seseorang itu hadir dan berkhidmat dalam majelis Hadirat Naqsyabandiyah, dengan hati yang benar dan ikhlas, orang yang hadir itu akan dapat merasakan maqom Syuhud dan ‘Irfan yang hanya akan diperoleh setelah begitu lama menuruti jalan-jalan Tarekat yang lain.

Karena itulah Para Akabirin Thoriqoh Naqsyabandiyah Rahimahumullah mengatakan bahwa, “Thoriqoh kami pada kami hakikatnya merupakan Thoriqoh yang dilakukan oleh Para Sahabat”.

Dan dikatakan juga, “Dar Tariqah Ma Mahrumi Nest Wa Har Keh Mahrum Ast Dar Tariqah Ma Na Khwahad Aamad. ” Yang bermaksud, “Dalam Thoriqoh kami siapa pun tidak diharamkan dan barangsiapa yang telah diharamkan dalam Thoriqoh kami pasti tidak akan dapat datang. ”

Yakni barangsiapa yang menuruti Thoriqoh kami, dia takkan diharamkan dari menurutinya dan barangsiapa yang Takdir Allah semenjak azali lagi telah diharamkan dari menuruti jalan ini, mereka itu sekali-kali takkan dapat menurutinya.

Di dalam Thoriqoh Naqsyabandiyah, Dawam Hudhur dan Agahi (senantiasa berjaga-jaga) menduduki maqom yang suci yang mana di sisi Para Sahabat Ridhwanullah ‘Alaihim Ajma’in dikenali sebagai Ihsan dan menurut istilah Para Sufi disebut maqom Musyahadah, Syuhud, Yad Dasyat atau ‘Ainul Yaqin. merupakan deskripsi dari gambaran Ihsan:

“Bahwa engkau menyembah Allah seolah-olah engkau melihat Nya”.

Semoga Allah Mengaruniakan Kita Taufik serta Hidayah.